ALLAHU AKBAR !
ALLAHU AKBAR !
ALLAHU AKBAR !
Adakah pernah saudara saksikan, seketika satu keluarga rumah tangga Islam menunggu kelahiran seorang bayi? Dengan gelisah si ayah menunggu di luar kamar. Pintu kamar tertutup, jururawat sibuk dan si isteri sedang mengumpul kekuatan buat melahirkan.
Tiba-tiba tedengarlah tangis anak. Barulah lepas nafas si ayah yang dari tadi tertahan-tahan. Dan tidak berapa lama kemudian bidan keluar memberi tahu dengan kata pendek, “sudah!”.
Apa namanya? Laki-laki atau perempuan.
Kelihatan si ibu tersenyum, meskipun badannya baru terlepas dari satu perjuangan yang membahayakan jiwanya. Kepayahan itu telah hilang sekarang dan kematian yang nyaris merenggutkan dari keluarganya, sekarang lupa sama sekali. Pada bibirnya telah tersungging senyum, meskipun masih senyum larut. Sebab si anak sudah lahir.
Nabi Muhammad S.A.W mengajarkan, bahawasanya seorang bayi di lahirkan ke dunia adalah dalam kesucian. Dia tidak berdosa sama sekali, dia masih suci. Dia di lahirkan dalam ‘ fitrah’. Fitrah itu ertinya suci murni.
Agama Islam juga di namai ‘agama fitrah’, agama suci murni. Sebab keIslaman yang sejati tumbuh daripada jiwa kemanusiaan yang suci murni. Sebab Islam ertinya ialah membebaskan diri daripada segala pengaruh dan menyerahkan dengan sukarela kepada Zat Yang Maha Esa, Maha Kuasa, ALLAH S.W.T.
Setelah selesai bayi tadi di bersihkan, bidan menggendongkannya dan menyerahkan kepada ayahnya. Maka ayah yang tahu peraturan tentang syari’at dan sunnah Nabi Muhammad jika anaknya lahir, segera menyambut anak itu, diletakkan kepalanya pada telapak tangannya yang kanan, lalu di bacakan kalimat ‘azan’ dengan lengkap pada telinganya yang kanan. Permulaan azan ialah ’ALLAHU AKBAR’.
Kemudian di alihkannya kepada si bayi ke telapak tanggannya yang kiri, lalu di bacakan pula kalimat ‘iqamat’ selengkapnya pada telinga kiri pula. Iqamat pun mulai dengan ‘ALLAHU AKBAR’.
Sebelum anak itu mendengar bujuk rayu ibunya, sebelum dia mendengar ibunya mendodoikannya, maka kalimat yang lebih dahulu masuk ke dalam telinganya ialah ‘ALLAHU AKBAR’.
Dalam fitrah suasana kesucian, mula-mula mata terkembang melihat dunia, belum lagi melalui ombak dan gelombangnya, ayah yang cerdik telah memberikannya bekal untuk menghadapi suasan hidup, yang kadang-kadang ombaknya naik, kadang-kadang ombaknya turun, dengan ‘ALLAHU AKBAR’.
Kemana pun angin akan membawa perahu ini, betapa pun ombak dan gelombang memecah dari kiri dan kanan, kadan-kadang sampai kabur tak nampak tanah tepi, namun bekal telah di beri ayah : ‘ALLAHU AKBAR’.
Hanya ALLAH Yang Maha Besar, yang lain kecil belaka.
Bebaskanlah diri dari segala yang mempengaruhinya. Sebab ini hanyalah alam semua, benda semua. Awalnya tidak ada, kemudian ada dan kelak akan lenyap, namun yang kekal hanya Tuhan. Dari sana kita datang dan kepadaNya kita akan kembali.
Hidup bukanlah bilangan tahun dan nilainya bukanlah berapa emas tertumpuk. Hidup adalah pendirian dan kepercayaan. Kemungkinan dari pendirian dan kepercayaan ialah perjuangan. Berhenti berpendirian, lalu berhenti berjuang, nescaya berhentiah hidup. Walau badan masih di dunia, wlaau nafas masih turun naik.
Pendirian seorang Muslim ialah ‘LAA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR’.
Pendirian pun sentiasa berhadapan dengan kenyataan. Ideal sentiasa bertentangan dengan real. Dalam membela pendirian itu, tiada Tuhan melainkan ALLAH, beribu kesulitan yang harus kita tempuh. Jiwa murni kebetulan terletak dalam rangka tubuh yang terjadi daripada benda, dari air dan tanah.
Dia minta makan untuk hidup, dia minta air buat minum. Kalau tidak, dia mati. Dia pun meminta kediaman yang sederhana, sebab si tubuh ini tidak tahan kedinginan dan kepanasan. Terlalu di perturutkan kehendak jasmani, mundurlah nilai-nilai yang lebih tinggi dalam hidup dan bertukarlah insan menjadi binatang. Dan memperdalamkan keyakinan bahawasanya hidup bukanlah semata-mata makan.
Apabila kita lulus dari bulan latihan ini, sehingga kedudukan dan kekuatan rohaniyah sudah dapat mengendalikan nafsu, dan ‘tujuan’ hidup sudah lebih penting daripada ‘alat’ untuk hidup, baik dari segi bertahannya(negative), iaitu menahan lapar, atau dari segi pendorongnnya(positif), yaitu mengadakan ibadat,zikir,tilawah dan sebagainya, tercapailah kemurniaan jiwa, laksana sebuah mesin mobil yang telah setahun di pakai, sebulan di masukkan ke dalam bengkel untuk di cuci dan di servis.
Sehingga telah di keluarkan kembali, ketika di bawa ke jalan raya kehidupan pada 1 Syawal, dia telah bersih, dan jalan lagi.
‘Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, dengan cukup iman dengan cukup perhitungan, nescaya akan di ampuni dosanya yang terdahulu’, demikian bunyi sebuah hadis.
Dan pada hadis yang lain pula; ‘akan di ampuni pula dosanya yang akan datang’. Ertinya dia tidak akan berdosa lagi, sebab dia telah sedar akan dirinya. Barangsiapa yang sedar akan dirinya, nescaya sedarlah dia akan Tuhannya.
Puasa telah selesai di kerjakan sebulan Ramadhan. Dan pada penutupnya telah di keluarkan zakat-fitrah, zakat pensuci-murnian. Maka layaknya dia pada 1 Syawal merayakan ‘Idil Fitri’. Hari Raya suci murni.
ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR Walilahil hamd ! ALLAH Maha Besar, bagi ALLAH segala puji-pujian.
Di perkumdangkan pendirian hidup itu, ‘ALLAH Maha Besar’ disimpongankan di labuh nan golong di pasar nan ramai, di tanah lapang, di masjid raya, di surau dan di langgar. Di sugestikan , di tekankan ke dalam hati sanubari, bahawasanya tidak ada yang besar dalam ujud ini selain ALLAH.
Kadang-kadang sulitlah keadaan peribadi yang kita hadapi, kusut seperti tidak akan selesai, keruh seakan-akan tidakkan jernih.
Perkara kecil belaka: ALLAHU AKBAR !!!
Kadang-kadang hening sepi alam keliling, kadan-kadang rebut dan badai, kadang-kadang memuncak naik, kadang-kadang melandai turun. Kadang-kadang tertekan dada, tertekan perasaan, mulut tidak dapat di buka lagi, takut menghadapi hidup, gelap semata-mata yang mengelilingi kita, hati menjenak sampai ke kerongkong, timbul sangka yang bukan-bukan, mencuit nafas di tekan duka, bahagia terasa hanya setarik nafas, kesulitan terasa sepanjang umur, yang tidak di sukai terlalu lama, yang di sukai hanya dalam angan.
Yang di tunggu tidak juga kunjung datang, yang membosankan selalu juga tegak di ruang mata. Sehingga telah gelap guilt segala jalan di daratan bumi ; ALLAHU AKBAR !
Dia mengumandang lagi di puncak menara. ALLAHU AKBAR ! Dia berkumandang lagi dalam ucapan kita ketika sembahyang. Dia bersuaralah lagi dalam suara imam yang nyaring. Dalam takbir ratul ihram, dalam takbiratul intiqal.
Sedarlah nyawa ini akan dirinya. Dari Tuhan ia datang, dengan Tuhan dia hidup dan dengan Tuhan dia berteman. Datang dari rumpun hati sanubari, di ucapkan dengan mulut, lalu menjadi pandangan hidup. Ributlah segala yang akan ribut, namun semuanya mesti berakhir. Kerana hanya ALLAH Yang Besar.
Lalimlah segala yang akan lalim, congkaklah segala yang akan congkak,amak kaki akan ke atas, kepala akan ke bawah, laksana Fir’aun, demikian memuncak sehingga pernah dia mengakui dirinya yang Tuhan.Namun aku tahu diasal engkau,’ dari tanah asal engkau dan kepada tanah engkau akan kembali dan dari tanah engkau akan di bangkitkan. Hari ini engkau bisa mendabikkan dadamu, amak akan mengerjang dadamu sendiri, mengatakan ‘Aku si Anu’.
Besok engkau akan kembali jadi tanah penggalian yang merah. Mungkin sebagai kata Omar Khayyam, ‘Guliga dari tanah kubur mu diambil orang akan piala tempat minum mu. Tidak ada manusia yang kuat dan kuasa dia akan terbentur kepada satu dinding. Dinding ‘ALLAHU AKBAR !’
Puasa telah selesai di kerjakan ; Walil-laahil Hamd ! Zakat fitrah telah di langsungkan kepada yang berhak menerimanya. Takbir telah memenuhi angkasa sepanjang malam. Kemudian fajar pun menyinsing, azan subuh kedengaran lagi mengumandang dari atas puncak menara yang tinggi, maka kaum muslimin berduyunlah datang ke musalla, ke tanah-tanah lapang atau ke masjid. Langit kelihatan cerah sekali, sebab cerah itu telah memancar dari dada kita.
Tidak ada yang rumit lagi, tidak ada yang sulit. Segala soal telah dapat di pecahkan. Semua perkara terasa kecil. Yang besar hanya ALLAH.
Maka aku hulurkan tangan ku kepada semua orang, aku beri mereka maaf. Sebab aku telah merasa telah sangat kaya dengan ampunan dan redha Tuhan. Dalam dadaku tak ada rasa dendam. Bahkan aku pun percaya bahwa semua orang pun akan memaafkan aku pula. Moga-moga jiwaku dan jiwa anda, kembali kepada kemurniaannya atau kepada fitrahnya yang semula, ALLAHU AKBAR !
Jiwa ku tetap tegap kembali menghadapi lanjutan sisa dari kehidupan ini, sebab telah lepas dari latihan ;
Minal ‘aidin wal faizin, Kullu ‘amin wa antum bikhairin…
Salam Ramadhan…
ALLAHU AKBAR !
ALLAHU AKBAR !
Adakah pernah saudara saksikan, seketika satu keluarga rumah tangga Islam menunggu kelahiran seorang bayi? Dengan gelisah si ayah menunggu di luar kamar. Pintu kamar tertutup, jururawat sibuk dan si isteri sedang mengumpul kekuatan buat melahirkan.
Tiba-tiba tedengarlah tangis anak. Barulah lepas nafas si ayah yang dari tadi tertahan-tahan. Dan tidak berapa lama kemudian bidan keluar memberi tahu dengan kata pendek, “sudah!”.
Apa namanya? Laki-laki atau perempuan.
Kelihatan si ibu tersenyum, meskipun badannya baru terlepas dari satu perjuangan yang membahayakan jiwanya. Kepayahan itu telah hilang sekarang dan kematian yang nyaris merenggutkan dari keluarganya, sekarang lupa sama sekali. Pada bibirnya telah tersungging senyum, meskipun masih senyum larut. Sebab si anak sudah lahir.
Nabi Muhammad S.A.W mengajarkan, bahawasanya seorang bayi di lahirkan ke dunia adalah dalam kesucian. Dia tidak berdosa sama sekali, dia masih suci. Dia di lahirkan dalam ‘ fitrah’. Fitrah itu ertinya suci murni.
Agama Islam juga di namai ‘agama fitrah’, agama suci murni. Sebab keIslaman yang sejati tumbuh daripada jiwa kemanusiaan yang suci murni. Sebab Islam ertinya ialah membebaskan diri daripada segala pengaruh dan menyerahkan dengan sukarela kepada Zat Yang Maha Esa, Maha Kuasa, ALLAH S.W.T.
Setelah selesai bayi tadi di bersihkan, bidan menggendongkannya dan menyerahkan kepada ayahnya. Maka ayah yang tahu peraturan tentang syari’at dan sunnah Nabi Muhammad jika anaknya lahir, segera menyambut anak itu, diletakkan kepalanya pada telapak tangannya yang kanan, lalu di bacakan kalimat ‘azan’ dengan lengkap pada telinganya yang kanan. Permulaan azan ialah ’ALLAHU AKBAR’.
Kemudian di alihkannya kepada si bayi ke telapak tanggannya yang kiri, lalu di bacakan pula kalimat ‘iqamat’ selengkapnya pada telinga kiri pula. Iqamat pun mulai dengan ‘ALLAHU AKBAR’.
Sebelum anak itu mendengar bujuk rayu ibunya, sebelum dia mendengar ibunya mendodoikannya, maka kalimat yang lebih dahulu masuk ke dalam telinganya ialah ‘ALLAHU AKBAR’.
Dalam fitrah suasana kesucian, mula-mula mata terkembang melihat dunia, belum lagi melalui ombak dan gelombangnya, ayah yang cerdik telah memberikannya bekal untuk menghadapi suasan hidup, yang kadang-kadang ombaknya naik, kadang-kadang ombaknya turun, dengan ‘ALLAHU AKBAR’.
Kemana pun angin akan membawa perahu ini, betapa pun ombak dan gelombang memecah dari kiri dan kanan, kadan-kadang sampai kabur tak nampak tanah tepi, namun bekal telah di beri ayah : ‘ALLAHU AKBAR’.
Hanya ALLAH Yang Maha Besar, yang lain kecil belaka.
Bebaskanlah diri dari segala yang mempengaruhinya. Sebab ini hanyalah alam semua, benda semua. Awalnya tidak ada, kemudian ada dan kelak akan lenyap, namun yang kekal hanya Tuhan. Dari sana kita datang dan kepadaNya kita akan kembali.
Hidup bukanlah bilangan tahun dan nilainya bukanlah berapa emas tertumpuk. Hidup adalah pendirian dan kepercayaan. Kemungkinan dari pendirian dan kepercayaan ialah perjuangan. Berhenti berpendirian, lalu berhenti berjuang, nescaya berhentiah hidup. Walau badan masih di dunia, wlaau nafas masih turun naik.
Pendirian seorang Muslim ialah ‘LAA ILAHA ILLALLAH, ALLAHU AKBAR’.
Pendirian pun sentiasa berhadapan dengan kenyataan. Ideal sentiasa bertentangan dengan real. Dalam membela pendirian itu, tiada Tuhan melainkan ALLAH, beribu kesulitan yang harus kita tempuh. Jiwa murni kebetulan terletak dalam rangka tubuh yang terjadi daripada benda, dari air dan tanah.
Dia minta makan untuk hidup, dia minta air buat minum. Kalau tidak, dia mati. Dia pun meminta kediaman yang sederhana, sebab si tubuh ini tidak tahan kedinginan dan kepanasan. Terlalu di perturutkan kehendak jasmani, mundurlah nilai-nilai yang lebih tinggi dalam hidup dan bertukarlah insan menjadi binatang. Dan memperdalamkan keyakinan bahawasanya hidup bukanlah semata-mata makan.
Apabila kita lulus dari bulan latihan ini, sehingga kedudukan dan kekuatan rohaniyah sudah dapat mengendalikan nafsu, dan ‘tujuan’ hidup sudah lebih penting daripada ‘alat’ untuk hidup, baik dari segi bertahannya(negative), iaitu menahan lapar, atau dari segi pendorongnnya(positif), yaitu mengadakan ibadat,zikir,tilawah dan sebagainya, tercapailah kemurniaan jiwa, laksana sebuah mesin mobil yang telah setahun di pakai, sebulan di masukkan ke dalam bengkel untuk di cuci dan di servis.
Sehingga telah di keluarkan kembali, ketika di bawa ke jalan raya kehidupan pada 1 Syawal, dia telah bersih, dan jalan lagi.
‘Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, dengan cukup iman dengan cukup perhitungan, nescaya akan di ampuni dosanya yang terdahulu’, demikian bunyi sebuah hadis.
Dan pada hadis yang lain pula; ‘akan di ampuni pula dosanya yang akan datang’. Ertinya dia tidak akan berdosa lagi, sebab dia telah sedar akan dirinya. Barangsiapa yang sedar akan dirinya, nescaya sedarlah dia akan Tuhannya.
Puasa telah selesai di kerjakan sebulan Ramadhan. Dan pada penutupnya telah di keluarkan zakat-fitrah, zakat pensuci-murnian. Maka layaknya dia pada 1 Syawal merayakan ‘Idil Fitri’. Hari Raya suci murni.
ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR ! ALLAHU AKBAR Walilahil hamd ! ALLAH Maha Besar, bagi ALLAH segala puji-pujian.
Di perkumdangkan pendirian hidup itu, ‘ALLAH Maha Besar’ disimpongankan di labuh nan golong di pasar nan ramai, di tanah lapang, di masjid raya, di surau dan di langgar. Di sugestikan , di tekankan ke dalam hati sanubari, bahawasanya tidak ada yang besar dalam ujud ini selain ALLAH.
Kadang-kadang sulitlah keadaan peribadi yang kita hadapi, kusut seperti tidak akan selesai, keruh seakan-akan tidakkan jernih.
Perkara kecil belaka: ALLAHU AKBAR !!!
Kadang-kadang hening sepi alam keliling, kadan-kadang rebut dan badai, kadang-kadang memuncak naik, kadang-kadang melandai turun. Kadang-kadang tertekan dada, tertekan perasaan, mulut tidak dapat di buka lagi, takut menghadapi hidup, gelap semata-mata yang mengelilingi kita, hati menjenak sampai ke kerongkong, timbul sangka yang bukan-bukan, mencuit nafas di tekan duka, bahagia terasa hanya setarik nafas, kesulitan terasa sepanjang umur, yang tidak di sukai terlalu lama, yang di sukai hanya dalam angan.
Yang di tunggu tidak juga kunjung datang, yang membosankan selalu juga tegak di ruang mata. Sehingga telah gelap guilt segala jalan di daratan bumi ; ALLAHU AKBAR !
Dia mengumandang lagi di puncak menara. ALLAHU AKBAR ! Dia berkumandang lagi dalam ucapan kita ketika sembahyang. Dia bersuaralah lagi dalam suara imam yang nyaring. Dalam takbir ratul ihram, dalam takbiratul intiqal.
Sedarlah nyawa ini akan dirinya. Dari Tuhan ia datang, dengan Tuhan dia hidup dan dengan Tuhan dia berteman. Datang dari rumpun hati sanubari, di ucapkan dengan mulut, lalu menjadi pandangan hidup. Ributlah segala yang akan ribut, namun semuanya mesti berakhir. Kerana hanya ALLAH Yang Besar.
Lalimlah segala yang akan lalim, congkaklah segala yang akan congkak,amak kaki akan ke atas, kepala akan ke bawah, laksana Fir’aun, demikian memuncak sehingga pernah dia mengakui dirinya yang Tuhan.Namun aku tahu diasal engkau,’ dari tanah asal engkau dan kepada tanah engkau akan kembali dan dari tanah engkau akan di bangkitkan. Hari ini engkau bisa mendabikkan dadamu, amak akan mengerjang dadamu sendiri, mengatakan ‘Aku si Anu’.
Besok engkau akan kembali jadi tanah penggalian yang merah. Mungkin sebagai kata Omar Khayyam, ‘Guliga dari tanah kubur mu diambil orang akan piala tempat minum mu. Tidak ada manusia yang kuat dan kuasa dia akan terbentur kepada satu dinding. Dinding ‘ALLAHU AKBAR !’
Puasa telah selesai di kerjakan ; Walil-laahil Hamd ! Zakat fitrah telah di langsungkan kepada yang berhak menerimanya. Takbir telah memenuhi angkasa sepanjang malam. Kemudian fajar pun menyinsing, azan subuh kedengaran lagi mengumandang dari atas puncak menara yang tinggi, maka kaum muslimin berduyunlah datang ke musalla, ke tanah-tanah lapang atau ke masjid. Langit kelihatan cerah sekali, sebab cerah itu telah memancar dari dada kita.
Tidak ada yang rumit lagi, tidak ada yang sulit. Segala soal telah dapat di pecahkan. Semua perkara terasa kecil. Yang besar hanya ALLAH.
Maka aku hulurkan tangan ku kepada semua orang, aku beri mereka maaf. Sebab aku telah merasa telah sangat kaya dengan ampunan dan redha Tuhan. Dalam dadaku tak ada rasa dendam. Bahkan aku pun percaya bahwa semua orang pun akan memaafkan aku pula. Moga-moga jiwaku dan jiwa anda, kembali kepada kemurniaannya atau kepada fitrahnya yang semula, ALLAHU AKBAR !
Jiwa ku tetap tegap kembali menghadapi lanjutan sisa dari kehidupan ini, sebab telah lepas dari latihan ;
Minal ‘aidin wal faizin, Kullu ‘amin wa antum bikhairin…
Salam Ramadhan…
No comments:
Post a Comment